Ratusan Startup Terancam Tutup Setelah SVB Kolaps

Jakarta – Ratusan startup menghadapi krisis pendanaan yang serius jika pencarian pembeli untuk Silicon Valley Bank (SVB) belum juga menemui titik terang hingga pekan depan. Seperti diketahui sebelumnya, salah satu bank raksasa AS, Silicon Valley Bank (SVB), kolaps dan menyebabkan krisis keuangan baru di negara itu.

Pasalnya, SVB merupakan tumpuan bagi startup yang menyimpan uang tunai untuk operasional perusahaan. Ketika bank dibekukan, maka dana mereka terkunci di dalam.

Kebutuhan startup untuk membayar payroll adalah salah satu yang digaungkan di seluruh ekosistem modal ventura, dikutip dari Insider, Minggu (12/2/2023).

CEO startup pemberi pesan anonim GAS, Nikita Bier, mengumbar kegelisahannya di Twitter. Menurut dia, pekan depan akan jadi ‘neraka’ bagi para startup, utamanya yang baru berkembang.

“Banyak sekali startup kecil yang mempercayakan dana mereka di SVB. Kesulitan membayar payroll pekan depan bakal heboh,” kata dia.

Seorang partner di modal venturan Slow Ventures, Sam Lessin, mengatakan pada CNBC International bahwa seorang pendiri startup sudah mengambil keputusan untuk membayar payroll pekan depan dengan duit pribadinya.

Berita Terkait:  Lirik Lagu Mother, Singel Terbaru yang Dirilis Meghan Trainor

“Setelah pekan depan selesai, dia [pendiri startup tersebut] akan memikirkan strategi berikutnya,” kata dia.

Efek Domino SVB Kolaps untuk Startup Bisa Datangkan ‘Kiamat’

Bahkan, perusahaan yang tidak berhubungan langsung dengan SVB juga akan terkena dampak. Salah satunya startup kesehatan Flow Health yang menggunakan layanan HR dan payroll dari Rippling.

Rippling mempercayakan akunnya pada SVB sebagai penyedia payroll. Dengan kata lain, semua startup yang menggunakan jasa Rippling akan turut terkena dampak.

“Kami benar-benar tak tahu bagaimana caranya membayar pegawai saat ini,” kata CEO Flow Health, Alex Meshkin.

Efek domino dari SVB bisa jadi membuat banyak startup harus tutup buku jika pendanaannya tak cukup kuat dan tidak meletakkan dana di tempat lain. Menurut situs resminya, SVB mendukung lebih dari setengah startup di AS pada akhir Desember lalu.

Garry Tan, CEO akselerator startup Y Combinator, mengatakan runtuhnya SVB adalah insiden ‘level kiamat’ bagi startup. Ia memprediksi kejadian ini bisa membawa inovasi startup mundur ke 10 tahun lalu.

Berita Terkait:  Saham ADRO Turun Lagi, Padahal Dividen Mau Cair

Tan mengatakan sebanyak 400-an startup yang ditangani pihaknya berafiliasi dengan SVB. Lebih dari 100 ketakutan tak mampu membayar payroll dalam 30 hari ke depan.

Pekan ini, Jumat (10/3) waktu setempat, pemerintah California, AS, menyatakan SVB kolaps setelah mengalami krisis modal sebesar US$ 2,3 miliar. SVB kemudian diserahkan ke Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC).

FDIC mengatakan pemegang dana maksimal US$ 250.000 (Rp 3,8 miliar) mendapat perlindungan. Mereka bisa mengakses duitnya selambat-lambatnya Senin (13/3) besok.

Namun, banyak startup yang mempercayakan dananya di SVB lebih dari itu. Salah satunya aplikasi streaming Roku yang menaruh dananya hampir US$ 500 juta (Rp 7,7 triliun).

FDIC mengatakan dana jumlah besar yang tidak diasuransikan akan menerima sertifikat sebagai jaminan. Namun, tak jelas kapan mereka bisa mengakses kembali dananya dan berapa yang bisa dikembalikan.

Menurut prediksi, skenario terbaik adalah mereka bisa mengambil 80% hingga 90% dana yang tersangkut di SVB.

Harapan para startup adalah SVB bisa segera menemukan pembeli sebelum pembukaan bursa pada Senin depan. Jika tak ada yang mau, FDIC mengatakan bakal melikuidasi bank tersebut dan menjual asetnya untuk mengembalikan dana klien. (*)

Related Articles

Tinggalkan Komentar

Stay Connected

0FansSuka
24PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Latest Articles

%d blogger menyukai ini: