PB HMI Sebut RUU Sisdiknas Tidak Memperhatikan Kesejahteraan Guru

Jakarta – Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) menilai Rancangan Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang menghapus Tunjangan Profesi Guru (TPG) tidak berpihak terhadap peningkatan kesejahteraan guru dan dosen. Hal ini disampaikan Miftahul Arifin selaku Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Bidang Pendidikan dan Riset PB HMI.

Menurutnya, yang dimaksud dengan standar penghasilan/pengupahan dalam Pasal 105 huruf a RUU Sisdiknas tidak jelas. Ini tentu berbeda dengan UU Guru dan Dosen yang secara tegas menyebutkan “penghasilan diatas kebutuhan hidup minimum” yang kemudian diperjelas dalam Pasal 15 ayat (1) UU Guru dan Dosen terkait apa saja yang disebut penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum, salah satunya Tunjangan Profesi.

“Ketidakjelasan tersebut makin bertambah jika melihat ketentuan Pasal 149 RUU Sisdiknas yang secara tegas menyatakan salah satunya UU Guru dan Dosen dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Dengan dicabutnya UU Guru dan Dosen, maka pengaturan mengenai kriteria penghasilan dan lingkup penghasilan apa saja yang menjadi hak guru menjadi tidak jelas,” ungkap dia, Sabtu (3/9/2022).

Berita Terkait:  PMII Bangkalan Gelar Aksi Tolak Omnibus Law

Dikatakannya, jika mencermati norma Pasal 145 angka (1) sejatinya semakin menegaskan bahwa RUU Sisdiknas menghilangkan TPG. Pasalnya ketentuan tersebut hanya menegaskan bahwa setiap guru dan dosen yang telah menerima tunjangan profesi, tunjangan khusus dan atau/atau tunjangan kehormatan sebelum UU ini diundangkan tetap menerima. Artinya ini hanya bentuk penegasan dari asas non-retroaktif atau hukum tidak boleh berlaku surut.

“Permasalahan lainnya adalah terkait dengan ketidakjelasan frasa “sepanjang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Undang-undang apa sejatinya yang dimaksud dalam frase itu?,” tanya Miftah

“Apakah UU Guru dan Dosen yang statusnya telah dicabut oleh RUU Sisdiknas sendiri atau peraturan pelaksana dari UU Guru dan Dosen yang memuat prasyarat untuk mendapatkan Tunjangan Profesi untuk guru ASN dan Non ASN. Lalu bagaimana status keberlakuan sebuah peraturan pelaksana ketika UU Guru dan Dosen yang menjadi cantolan hukumnya sudah dinyatakan batal atau tidak berlaku,” imbuh dia.

Sebab itu ia meminta kepada Kemdikbudristek dan Baleg untuk mencantumkan kembali TPG dalam RUU Sisdiknas yang baru sebagaimana disebutkan sangat detail dalam UU Guru dan Dosen.

Berita Terkait:  Selain Kapolres Malang, GMPI Jawa Timur Minta Kapolri Listyo Sigit Copot Kapolda Jatim

“Karena menghapusan pasal TPG adalah mimpi buruk bagi jutaan guru di Indonesia, khusunya guru yang statusnya bukan Aparatur Sipil Negara (Non ASN) yang ada diwilyah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) atau para guru yang ada di instansi pendidikan kecil,” tegasnya.

Selain itu, ia juga menilai Rancangan Perubahan UU Sisdiknas ini mendiskreditkan UU Pesantren, pasalnya dalam rancangan ini hanya menyebutkan pesantren yang berbentuk pengajian Kitab Kuning seperti yang tertuang dalam Pasal 47, Pasal 74 dan Pasal 120.

“Padahal jika merujuk Pasal 5 ayat (1) UU Pesantren. Ketentuan itu berbunyi, ‘Pesantren terdiri atas: a) Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk Pengkajian Kitab Kuning; b) Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk Dirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Mualimin; atau c. Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk lainnya yang terintegrasi dengan pendidikan umum,” tukasnya.

Related Articles

Tinggalkan Komentar

Stay Connected

0FansSuka
24PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

Latest Articles