JAKARTA – Pengamat kepolisian Universitas Krisnadwipayana, Sahat Dio memuji keputusan Kapolri Jenderal Idham Azis yang mencopot Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana dan Kapolda Jawa Barat Irjen Rudy Sufahriadi, yang diduga kuat lantaran ‘membiarkan’ pelanggaran protokol kesehatan di acara pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Syihab.
Meski begitu, keputusan Idham dikritik. Sebab terkesan ‘mencari kambing hitam’ dan terlambat mengambil keputusan.
“Kebijakan Idham diambil di tengah sorotan terhadap seluruh aparatur pemerintah, baik penegak hukum maupun aparatur sipil, terhadap ‘pembiaran’ pelanggaran protokol kesehatan oleh Rizieq dan pendukungnya,” ujar Dio dalam keterangannya, Senin (16/11/2020).
Narasi bahwa pemerintah dan segenap aparaturnya tak tegas dan tebang pilih terhadap kelompok tertentu, dalam pemberlakuan protokol kesehatan Covid-19, menurutnya terlanjur menggema.
Bahkan, kata dia penilaian publik ini menjadi trending topic di media sosial.
“Aparatur pemerintah seperti Polri, dianggap publik tak bernyali dibanding artis perempuan Nikita Mirzani, yang dengan ‘gagahnya’ menantang Rizieq dan pendukungnya, yang dianggap semena-mena,” jelas Sahat.
Pandangan bahwa Nikita lebih polisi dari polisi pun, menyemai di benak publik. Nikita bahkan disejajarkan dengan tokoh superhero, dicalonkan oleh netizen sebagai capres 2024.
Kebijakan pencopotan Idham, juga dinilai tak sinkron dengan pernyataan yang sebelumnya ia sampaikan.
Sebelumnya, Kapolri hanya sebatas mengimbau masyarakat untuk tak menggelar kerumunan semasa wabah virus corona. Pernyataan itu disampaikan Idham jelang acara Maulid Nabi dan pernikahan putri Rizieq, serta sesudah kegiatan di Megamendung, Bogor, Jawa Barat terselenggara.
“Bukan malah mengancam memproses hukum masyarakat yang melanggar prokes, misalnya dengan UU Kesehatan dan aturan lainnya. Padahal kelompok tersebut sebelumnya seakan menantang aparat, terkait penerapan protokol kesehatan,” tuturnya.
Sehingga, kata Sahat, wajar akhirnya jajaran pun ‘kendur’, melihat pimpinannya hanya mampu mengimbau pelanggaran yang sudah dan akan terjadi.
Bahkan, kata dia sikap Kapolri itu sempat dikritik pimpinan Muhammadiyah, yang menyebut imbauan yang disampaikan Idham merupakan kerjaan ormas.
Menurut Muhammadiyah, Idham bersama lebih dari 470 ribu anggota Polri, bisa berbuat lebih banyak dalam menghadapi masyarakat atau kelompok yang tak patuh terhadap protokol kesehatan, di tengah terus melonjaknya kasus Covid-19.
Polri dan jajaran pemerintah pun diminta lebih tegas, dan tak hanya tajam ke bawah.
“Apa yang disampaikan Muhammadiyah sudah tepat. Apalagi sebelumnya Presiden Jokowi telah memerintahkan aparatur TNI-Polri membantu penanganan Covid-19, melakukan penindakan terhadap pelanggaran,” tutur Dio.
“Jika Kapolri bisa memberi sanksi terhadap jajarannya, seharusnya pimpinannya Kapolri juga bisa menjatuhkan hukuman terhadap anak buahnya. Ini demi menjaga kewibawaan negara yang terlanjur ‘dikangkangi’,” sambungnya.(*)