JAKARTA – Ketua Komisi Pemilihan Umum ( KPU) Arief Budiman memastikan bahwa pihaknya akan tetap melayani pemilih yang pada hari pemungutan suara pilkada menjadi pasien Covid-19.
Namun, pemilih tersebut tidak akan diminta datang ke tempat pemungutan suara ( TPS). Pemilih akan dikumpulkan di satu rumah sakit rujukan untuk kemudian didatangi petugas KPU. Untuk mencegah terjadinya penularan virus, petugas yang melayani pemilih dipastikan akan dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD).
“Petugas yang dengan alat pelindung diri lengkap mereka akan mendatangi rumah sakit rujukan karena pasien Covid kan dikumpulkan di rumah rujukan, tidak tersebar di banyak rumah sakit,” kata Arief dalam diskusi yang digelar secara virtual, dikutip dari Kompas, Kamis (11/6/2020).
Arief menjelaskan, APD lengkap yang dimaksud berupa baju hazmat, masker hingga alat pelindung wajah. Baju hazmat sendiri hanya diperuntukkan bagi petugas yang melayani pasien Covid-19 di rumah sakit rujukan, dan tidak untuk petugas di setiap TPS.
Sementara itu, untuk tetap menghindari penularan Covid-19 di TPS, pemilih yang datang akan diperiksa suhu tubuhnya.
Pemilih yang bersuhu tubuh tinggi akan diarahkan ke satu bilik suara khusus. “Mereka kita arahkan untuk memilih di bilik suara tersendiri. Jadi tetap di TPS yang sama, tapi kita arahkan di bilik suara yang tersendiri kami sediakan,” ujar Arief.
KPU juga berencana memberikan layanan rapid test bagi para petugas pemilihan. Dengan demikian, sebelum pilkada digelar, dipastikan bahwa seluruh petugas bebas Covid-19.
Diupayakan pula memberikan vitamin secara rutin kepada petugas selama enam hingga tujuh bulan sebelum hari pemungutan suara agar imunitas petugas terjaga dengan baik.
Sementara itu, pemilih akan diwajibkan untuk mengenakan masker dari rumah , mencuci tangan menggunakan sabun sebelum memasuki TPS, dan mengenakan sarung tangan plastik sekali pakai.
TPS juga akan diberi cairan disinfektan sebanyak tiga kali, yaitu sebelum pemugutan suara dimulai, saat pemungutan suara berlangsung, dan ketika penghitungan suara akan dimulai.
Menurut Arief, bertambahnya kebutuhan protokol pencegahan Covid-19 itulah yang menyebabkan anggaran pilkada tahun ini membengkak.
“Itulah mengapa kebutuhan anggaran yang kami masukkan, kami usulkan, itu cukup besar besar, karena jumlah TPSznya memang cukup banyak lebih dari 300.000 TPS,” kata Arief.
Untuk diketahui, KPU mengusulkan agar anggaran pilkada 2020 ditambah Rp 2,5 triliun hingga Rp 5,6 triliun. Penambahan anggaran diusulkan karena pilkada bakal digelar di tengah wabah Covid-19.
Sebelum pandemi Covid-19, anggaran pilkada sebenarnya telah disepakati di angka Rp 9.936.093.923.393.
Adapun pemilihan kepala daerah 2020 akan digelar di 270 wilayah di Indonesia. 270 wilayah ini meliputi sembilan provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Semula, hari pemungutan suara Pilkada akan digelar pada 23 September. Namun, akibat wabah Covid-19, hari pencoblosan diundur hingga 9 Desember 2020. KPU akan memulai tahapan pra pemungutan suara pada pertengahan Juni mendatang. (*)