Kanalberita – Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani tidak sepakat jika ambang batas parlemen atau Parliamentary Threshold (PT) naik dan meminta agar tetap 4 persen.
Hal ini menanggapi usulan Partai Nasdem dan Partai Golkar mengenai kenaikan ambang batas parlemen, dari 4 persen menjadi 7 persen.
Arsul menilai, alih-alih untuk menguatkan konsolidasi demokrasi, kenaikan ambang batas parlemen bisa membuka peluang munculnya oligarki partai politik yang kuat.
“PPP meminta agar PT 4 persen tidak perlu dinaikkan. PPP tidak sependapat dengan pandangan bahwa kenaikan PT akan menguatkan konsolidasi demokrasi kita dan sistem presidensial yang kita anut,” kata Arsul saat dihubungi wartawan, Senin (8/6/2020).
Arsul juga mengatakan, kenaikan ambang batas parlemen menjadi 7 persen akan mengakibatkan lebih banyak suara rakyat yang terbuang karena partainya tidak lolos.
“Kenaikan PT justru membuka peluang membenarkan kekhawatiran banyak elemen masyarakat sipil bahwa demokrasi kita akan diwarnai dengan oligarki partai politik tertentu yang kuat secara finansial dan ekonomi,” ujarnya dikutip dari Kompas.
“Dengan PT 4 persen saja jumlah suara yang terbuang lebih dari 13,5 juta. Artinya, kalau pembentuk UU dalam hal ini suara mayoritas di DPR dan Pemerintah menaikkan PT, maka akan makin banyak suara terbuang atau tidak terwakili,” ucapnya.
Lebih lanjut, Arsul berpendapat, pemberlakuan ambang batas parlemen cukup dilakukan secara nasional di DPR dan tidak diberlakukan untuk DPRD Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Sebab, menurut dia, DPRD merupakan bagian dari pemerintah daerah.
“PPP juga berpandangan PT cukup diberlakukan saja secara nasional. Tidak perlu untuk DPRD Propinsi maupun Kab/Kota. Untuk apa pula diterapkan sampai dengan tingkat daerah,” kata Arsul.
“Dalam sistem pemerintahan daerah yang kita anut, DPRD itu bukan parlemen daerah sebagaimana yang ada di negara-negara federal. Melainkan merupakan bagian dari pemerintah daerah, karena UU Pemda menyatakan bahwa pemerintah daerah itu terdiri dari kepala daerah dan DPRD,” tuturnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengungkapkan tiga opsi ambang batas parlemen yang sedang dibahas dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Opsi pertama adalah angka 7 persen untuk parliamentary threshold yang berlaku secara nasional. Meskipun partai politik belum menyatakan sikap resmi, Saan menuturkan, opsi tersebut merupakan usul Partai Nasdem dan Partai Golkar.
“Jadi kalau misalnya di nasional yang lolos tujuh persen, maka otomatis di daerah juga yang lolos (adalah) partai yang (lolos) tujuh persen di nasional tersebut,” kata Saan.
Kemudian, opsi kedua adalah ambang batas yang berjenjang. Opsi ini diusulkan oleh PDI Perjuangan. Misalnya, ambang batas di tingkat DPR RI sebesar lima persen, DPRD provinsi sebesar empat persen dan DPRD kabupaten/kota sebesar tiga persen. Opsi terakhir, yaitu ambang batas untuk DPR RI tetap di angka empat persen.
“Alternatif ketiga empat persen untuk DPR RI, dan 0 persen untuk DPRD Provinsi dan kabupaten/kota,” ujar Saan.